UA

UA

Rabu, 28 Oktober 2015

Kesadaran Politik dalam rangka membangun Budaya Politik Partisipan


         Politik adalah suatu kekuasaan yang diperoleh dari rakyat melalui suatu pemilihan. Ini berarti yang akan menduduki kursi kekuasaan ditentukan oleh masyarakat. Selain itu, masyarakat juga merupakan lahan tempat lahirnya para pemimpin. Oleh karena itu, kualitas masyarakat akan menentukan kualitas penguasa yang terpilih. Di sinilah pentingnya mencerdaskan masyarakat dengan membangun kesadaran politik. Adanya kesadaran politik berarti adanya kesadaran masyarakat tentang bagaimana pengaturan urusan mereka; aturan seperti apa dan siapa yang akan menjalankan aturan tersebut. Masyarakat tidak akan tertipu lagi janji-janji palsu yang ditebar calon penguasa saat kampanye, apalagi sampai menggadaikan hak pilih hanya untuk selembar baju kaos murahan, uang makan siang atau sembako.

          Budaya politik sendiri diartikan sebagai suatu sistem nilai bersama suatu masyarakat yang memiliki kesadaran untuk berpartisipasi dalam pengambilan keputusan kolektif dan penentuan kebijakan publik untuk masyarakat seluruhnya. 


          Kesadaran politik di daerah tempat saya tinggal, saya nilai masih minim, baik itu pada kalangan remaja maupun orangtua. Tingkat budaya politiknya masih pada tingkat parokial, dimana partisipasi masyarakat sangat bergantung pada pemimpinnya dan tidak ada peran-peran politik yang bersifat khusus yang dilakukan oleh masyarakat. Dalam pemilu misalnya, mayoritas penduduk mendukung partai politik seperti PDI atau Golkar, karena dua partai tersebut lah yang selama ini mereka kenal. Walaupun sudah berkembang media massa yang sering dipakai untuk kampanye politik, tetap saja masyarakat belum mau mengubah dukungan kepada partai lain. Hal itu juga dikarenakan kurangnya pengetahuan mereka, mereka seolah tidak mau tahu mengenai program atau visi dan misi dari suatu partai politik. 


Begitupun dalam hal pemilihan kepada desa/lurah. Keinginan mereka untuk mengubah daerah yang mereka tinggali untuk lebih baik sangatlah tinggi, namun kesadaran untuk melihat dan memilih secara objektif calon penguasa yang baik sangatlah rendah. Mereka rela menggadaikan hak pilihnya untuk memilih calon pemimpin yang memberi mereka kaos, sembako, atau uang yang dirasa tidak terlalu banyak jumlahnya. Padahal dengan begitu, mereka harusnya sadar bahwa calon pemimpin yang seperti itu adalah calon pemimpin yang nantinya akan memakan uang rakyat. Masyarakat juga cenderung memilih calon kepala desa yang dekat dengan mereka, misalnya kerabat mereka. Kesadaran politik di kalangan remaja yang misalnya baru menjadi pemilih pemula pun masih sangat rendah. Remaja cenderung memilih calon pemimpin yang akan dipilih juga oleh orangtuanya. Pilihan orangtua adalah pilihan anaknya juga.
Jumlah masyarakat yang termasuk kedalam masyarakat budaya politik subjek/kaula (masyarakat yang sudah memiliki pengetahuan yang cukup tentang sistem politik), baru berlaku pada segelintir orang saja. Sedangkan masyarakat yang masuk kedalam kategori masyarakat budaya politik partisipan jumlahnya sangat sedikit, misalnya termasuk guru didalamnya dan orang-orang yang memiliki tingkat pendidikan lumayan tinggi.
Maka jangan salah tatkala saat ini di desa saya, sistem pemerintahannya bisa dibilang sangat ancur dan bobrok. Baru dinobatkan sebagai kepala desa saja selama 6 bulan, sudah banyak orang mengkritik dan tidak suka terhadap kebijakan-kebijakan yang diambil sang lurah. Ada yang bilang lurahnya bodo lah, goblok lah. Belum lagi kasus korupsi yang terkuak yang dilakukan oleh lurah. Seharusnya hal inilah yang akan menjadi cerminan masyarakat kedepan dalam menentukan calon pemimpinnya, jangan asal pilih.
Harus diakui, tingkat kesadaran politik masyarakat tidaklah sama. Hal itu sangat tergantung pada latar belakang pendidikannya. Kaum elit dan kelompok menengah tampak relatif lebih baik. Sedangkan kelompok masyarakat yang tingkat pendidikannya rendah memerlukan pembinaan yang intensif.
Kesadaran politik juga tidak hanya diukur dari tingkat partisipasi mereka dalam pemilu, melainkan juga sejauh mana mereka aktif mengawasi atau mengoreksi kebijakan dan perilaku pemerintahan selama 5 tahun pemerintahan itu berjalan.
Saya rasa ada upaya dalam strategi komunikasi yang perlu diterapkan untuk merevitalisasi kesadaran politik masyarakat, yakni dengan cara melakukan Manajemen Komunikasi dalam bidang penyuluhan.
Penyuluhan diterapkan dalam rangka aktivitas komunikasi yang mengelola informasi dengan tujuan untuk perubahan sikap. Karena tujuannya adalah perubahan sikap, maka pemilihan dan penggunaan medianya adalah yang mampu mengubah perilaku khalayak. Dalam kaitan ini, maka media yang relevan untuk penyuluhan adalah media tatap muka atau interpersonal media. Menurut Nasution (1994), saluran komunikasi antarpribadi memiliki kelebihan, yaitu kemampuan empati, menciptakan situasi homophily dengan khalayak dan menegakkan keserasian (kompabilitas) program yang dijalankannya dengan kebudayaan masyarakat setempat. Oleh karena itu, aktivitas penyuluhan diharapkan dapat menyebarluaskan inovasi agar bisa menjalin komunikasi antarpribadi dengan warga masyarakat. Dalam melakukan penyuluhan, kita sebagai penyuluh dituntut untuk memerhatikan hal-hal seperti empati, homophily dan kompabilitas.
Selain itu, kesadaran politik bisa terwujud salah satunya dengan melakukan strategi pembinaan politik. Pembinaan dapat dilakukan melalui aktivitas pembinaan pemikiran. Pemikiran itu haruslah pemikiran yang mendasar dan menyeluruh (ideology). Dengan begitu, masyarakat akan memiliki gambaran yang jelas tentang sistem aturan hidup yang akan diterapkan, dan siapa penguasa yang pantas untuk menjalankannya.
Pembinaan juga dilakukan melalui aktivitas pengamatan berita dan peristiwa politik secara berkesinambungan. Sebab, berita dan peristiwa itu merupakan untaian yang saling berhubungan sesuai dengan situasi dan kondisi yang berlaku. Tidak boleh ada berita dan peristiwa yang terlewatkan. Di sinilah kemampuan dan kemudahan akses media, baik cetak maupun elektronik menjadi urgen. Yang penting untuk dijelaskan selanjutnya adalah bagaimana membedakan antara fakta dan opini yang ada dalam pemberitaan media. Karena tidak dapat dipungkiri bahwa media juga bisa menjadi corong politik yang berpihak dengan pemberitaan fakta konstruksi untuk menonjolkan kesan tertentu.
Selain itu, perlu dilakukan sosialisasi politik yang dapat dilakukan dalam kehidupan sehari-hari, misalnya dalam lingkungan keluarga, orang tua bisa mengajarkan kepada anak-anak beberapa cara tingkah laku politik tertentu.  Melalui obrolan politik ringan sehingga tak disadarai telah menanamkan nilai-nilai politik kepada anak-anaknya.
Lalu di lingkungan sekolah, dengan memasukkan pendidikan kewarganegaraan misalnya.  Siswa dan guru bertukar informasi dan berinteraksi dalam membahas topik tentang politik. Sekolah pun memilki andil dalam memperkenalkan remaja pada dunia politik. Di lingkungan partai politik, salah satu fungsi partai politik adalah dapat memainkan perannya sebagai sosioalisasi politik.  Artinya parpol itu telah merekrut anggota atau kader dan partisipannya secara berkala.  Partai politik harus mampu menciptakan kesan atau image memperjuangkan kepentingan umum.
Dalam upaya pengembangan budaya politik, sosialisasi politik sangat penting karena dapat membentuk dan mentransmisikan kebudayaan politik suatu bangsa, serta dapat memelihara  kebudayaan politik suatu bangsa, penyampaian  dari generasi tua ke generasi muda, dapat pula sosialisasi politik dapat mengubah kebudayaan politik.
Revitalisasi kesadaran politik yang saya konsepkan, pada intinya adalah juga dalam rangka mewujudkan sistem politik demokratis yang dijalankan Indonesia, yang perlu kita akui saat ini masih belum seiring dengan kebudayaan politik yang ada di dalamnya. Idealnya, negara yang demokratis bisa didapatkan jika budaya politik masyarakat yang partisipan. Namun, kembali pada budaya politik yang terdapat di Indonesia, parokial dan kaula―belum bisa mewujudkan sistem yang demokrasi. Dapat dikatakan bahwa budaya politik parokial dan kaula termasuk kedalam budaya politik yang masih tradisional. Jadi dapat disimpulkan bahwa dengan mengembangkan budaya politik partisipan dalam rangka mewujudkan negara yang demokratis, masyarakat diajak untuk lebih berpikir modern. Tapi bukan dalam hal modernisasi yang bersifat negatif, modernisasi disini lebih ke modernisasi pemikiran untuk mewujudkan sistem aturan hidup yang lebih baik.
Yang sulit, penerapan suatu konsep seringkali menjadi kabur ketika akan diaplikasikan di dalam praktek kehidupan sehari-hari. Setiap perubahan pasti selalu di idamkan dari sebuah konsep, begitupun dengan konsep revitalisasi kesadaran politik ini. Apalagi konsep tersebut berhubungan dengan komunikasi pembangunan suatu daerah. Komunikasi pembangunan pada intinya adalah komunikasi yang dilakukan dalam rangka terwujudnya kehidupan yang lebih baik. Dan saya berharap dengan adanya konsep revitalisasi kesadaran politik ini, kehidupan masyarakat di daerah saya bisa lebih baik, terlebih hal ini sangat erat kaitannya dengan pemimpin yang dapat mewujudkan aturan hidup masyarakat.
Akhir kata, dapat saya simpulkan bahwa sesungguhnya kegiatan-kegiatan pendidikan politik, kesadaran politik, dan partisipasi politik masyarakat baik di pedesaan maupun di perkotaan perlu terus didorong dan ditingkatkan demi keberhasilan penyelenggaraan pemerintahan dan pembangunan nasional.