Politik adalah suatu kekuasaan yang diperoleh dari rakyat melalui suatu pemilihan. Ini berarti yang akan menduduki kursi kekuasaan ditentukan oleh masyarakat. Selain itu, masyarakat juga merupakan lahan tempat lahirnya para pemimpin. Oleh karena itu, kualitas masyarakat akan menentukan kualitas penguasa yang terpilih. Di sinilah pentingnya mencerdaskan masyarakat dengan membangun kesadaran politik. Adanya kesadaran politik berarti adanya kesadaran masyarakat tentang bagaimana pengaturan urusan mereka; aturan seperti apa dan siapa yang akan menjalankan aturan tersebut. Masyarakat tidak akan tertipu lagi janji-janji palsu yang ditebar calon penguasa saat kampanye, apalagi sampai menggadaikan hak pilih hanya untuk selembar baju kaos murahan, uang makan siang atau sembako.
Budaya politik sendiri diartikan sebagai suatu sistem nilai bersama suatu masyarakat yang memiliki kesadaran untuk berpartisipasi dalam pengambilan keputusan kolektif dan penentuan kebijakan publik untuk masyarakat seluruhnya.
Kesadaran politik di daerah tempat saya tinggal, saya nilai masih minim, baik itu pada kalangan remaja maupun orangtua. Tingkat budaya politiknya masih pada tingkat parokial, dimana partisipasi masyarakat sangat bergantung pada pemimpinnya dan tidak ada peran-peran politik yang bersifat khusus yang dilakukan oleh masyarakat. Dalam pemilu misalnya, mayoritas penduduk mendukung partai politik seperti PDI atau Golkar, karena dua partai tersebut lah yang selama ini mereka kenal. Walaupun sudah berkembang media massa yang sering dipakai untuk kampanye politik, tetap saja masyarakat belum mau mengubah dukungan kepada partai lain. Hal itu juga dikarenakan kurangnya pengetahuan mereka, mereka seolah tidak mau tahu mengenai program atau visi dan misi dari suatu partai politik.
Begitupun dalam hal pemilihan kepada desa/lurah.
Keinginan mereka untuk mengubah daerah yang mereka tinggali untuk lebih baik
sangatlah tinggi, namun kesadaran untuk melihat dan memilih secara objektif
calon penguasa yang baik sangatlah rendah. Mereka rela menggadaikan hak
pilihnya untuk memilih calon pemimpin yang memberi mereka kaos, sembako, atau
uang yang dirasa tidak terlalu banyak jumlahnya. Padahal dengan begitu, mereka
harusnya sadar bahwa calon pemimpin yang seperti itu adalah calon pemimpin yang
nantinya akan memakan uang rakyat. Masyarakat juga cenderung memilih calon kepala
desa yang dekat dengan mereka, misalnya kerabat mereka. Kesadaran politik di
kalangan remaja yang misalnya baru menjadi pemilih pemula pun masih sangat
rendah. Remaja cenderung memilih calon pemimpin yang akan dipilih juga oleh
orangtuanya. Pilihan orangtua adalah pilihan anaknya juga.
Jumlah masyarakat yang termasuk kedalam masyarakat budaya
politik subjek/kaula (masyarakat yang sudah memiliki pengetahuan yang cukup
tentang sistem politik), baru berlaku pada segelintir orang saja. Sedangkan
masyarakat yang masuk kedalam kategori masyarakat budaya politik partisipan
jumlahnya sangat sedikit, misalnya termasuk guru didalamnya dan orang-orang
yang memiliki tingkat pendidikan lumayan tinggi.
Maka jangan salah tatkala saat ini di desa saya, sistem
pemerintahannya bisa dibilang sangat ancur
dan bobrok. Baru dinobatkan sebagai kepala desa saja selama 6 bulan, sudah
banyak orang mengkritik dan tidak suka terhadap kebijakan-kebijakan yang
diambil sang lurah. Ada yang bilang lurahnya bodo lah, goblok lah.
Belum lagi kasus korupsi yang terkuak yang dilakukan oleh lurah. Seharusnya hal
inilah yang akan menjadi cerminan masyarakat kedepan dalam menentukan calon
pemimpinnya, jangan asal pilih.
Harus diakui, tingkat kesadaran politik masyarakat
tidaklah sama. Hal itu sangat tergantung pada latar belakang pendidikannya.
Kaum elit dan kelompok menengah tampak relatif lebih baik. Sedangkan kelompok
masyarakat yang tingkat pendidikannya rendah memerlukan pembinaan yang
intensif.
Kesadaran politik juga tidak hanya diukur dari tingkat
partisipasi mereka dalam pemilu, melainkan juga sejauh mana mereka aktif
mengawasi atau mengoreksi kebijakan dan perilaku pemerintahan selama 5 tahun
pemerintahan itu berjalan.
Saya rasa ada upaya dalam
strategi komunikasi yang perlu diterapkan untuk merevitalisasi kesadaran
politik masyarakat, yakni dengan cara melakukan Manajemen Komunikasi dalam
bidang penyuluhan.
Penyuluhan diterapkan dalam rangka aktivitas komunikasi
yang mengelola informasi dengan tujuan untuk perubahan sikap. Karena tujuannya
adalah perubahan sikap, maka pemilihan dan penggunaan medianya adalah yang
mampu mengubah perilaku khalayak. Dalam kaitan ini, maka media yang relevan
untuk penyuluhan adalah media tatap muka atau interpersonal media. Menurut
Nasution (1994), saluran komunikasi antarpribadi memiliki kelebihan, yaitu
kemampuan empati, menciptakan situasi homophily
dengan khalayak dan menegakkan keserasian (kompabilitas) program yang
dijalankannya dengan kebudayaan masyarakat setempat. Oleh karena itu, aktivitas
penyuluhan diharapkan dapat menyebarluaskan inovasi agar bisa menjalin
komunikasi antarpribadi dengan warga masyarakat. Dalam melakukan penyuluhan,
kita sebagai penyuluh dituntut untuk memerhatikan hal-hal seperti empati, homophily dan kompabilitas.
Selain itu, kesadaran politik bisa terwujud salah satunya
dengan melakukan strategi pembinaan politik. Pembinaan dapat dilakukan melalui
aktivitas pembinaan pemikiran. Pemikiran itu haruslah pemikiran yang mendasar
dan menyeluruh (ideology). Dengan begitu, masyarakat akan memiliki gambaran
yang jelas tentang sistem aturan hidup yang akan diterapkan, dan siapa penguasa
yang pantas untuk menjalankannya.
Pembinaan juga dilakukan melalui aktivitas pengamatan
berita dan peristiwa politik secara berkesinambungan. Sebab, berita dan
peristiwa itu merupakan untaian yang saling berhubungan sesuai dengan situasi
dan kondisi yang berlaku. Tidak boleh ada berita dan peristiwa yang
terlewatkan. Di sinilah kemampuan dan kemudahan akses media, baik cetak maupun
elektronik menjadi urgen. Yang
penting untuk dijelaskan selanjutnya adalah bagaimana membedakan antara fakta
dan opini yang ada dalam pemberitaan media. Karena tidak dapat dipungkiri bahwa
media juga bisa menjadi corong politik yang berpihak dengan pemberitaan fakta
konstruksi untuk menonjolkan kesan tertentu.
Selain itu, perlu dilakukan sosialisasi politik yang
dapat dilakukan dalam kehidupan sehari-hari, misalnya dalam lingkungan
keluarga, orang tua bisa mengajarkan kepada anak-anak beberapa cara tingkah
laku politik tertentu. Melalui obrolan
politik ringan sehingga tak disadarai telah menanamkan nilai-nilai politik
kepada anak-anaknya.
Lalu di lingkungan sekolah, dengan memasukkan pendidikan
kewarganegaraan misalnya. Siswa dan guru
bertukar informasi dan berinteraksi dalam membahas topik tentang politik.
Sekolah pun memilki andil dalam memperkenalkan remaja pada dunia politik. Di
lingkungan partai politik, salah satu fungsi partai politik adalah dapat
memainkan perannya sebagai sosioalisasi politik. Artinya parpol itu telah merekrut anggota
atau kader dan partisipannya secara berkala.
Partai politik harus mampu menciptakan kesan atau image memperjuangkan kepentingan umum.
Dalam upaya pengembangan budaya politik, sosialisasi
politik sangat penting karena dapat membentuk dan mentransmisikan kebudayaan
politik suatu bangsa, serta dapat memelihara
kebudayaan politik suatu bangsa, penyampaian dari generasi tua ke generasi muda, dapat
pula sosialisasi politik dapat mengubah kebudayaan politik.
Revitalisasi kesadaran politik yang saya konsepkan, pada
intinya adalah juga dalam rangka mewujudkan sistem politik demokratis yang
dijalankan Indonesia, yang perlu kita akui saat ini masih belum seiring dengan
kebudayaan politik yang ada di dalamnya. Idealnya, negara yang demokratis bisa
didapatkan jika budaya politik masyarakat yang partisipan. Namun, kembali pada
budaya politik yang terdapat di Indonesia, parokial dan kaula―belum bisa
mewujudkan sistem yang demokrasi. Dapat dikatakan bahwa budaya politik parokial
dan kaula termasuk kedalam budaya politik yang masih tradisional. Jadi dapat
disimpulkan bahwa dengan mengembangkan budaya politik partisipan dalam rangka mewujudkan
negara yang demokratis, masyarakat diajak untuk lebih berpikir modern. Tapi
bukan dalam hal modernisasi yang bersifat negatif, modernisasi disini lebih ke
modernisasi pemikiran untuk mewujudkan sistem aturan hidup yang lebih baik.
Yang sulit, penerapan suatu konsep seringkali menjadi
kabur ketika akan diaplikasikan di dalam praktek kehidupan sehari-hari. Setiap
perubahan pasti selalu di idamkan dari sebuah konsep, begitupun dengan konsep
revitalisasi kesadaran politik ini. Apalagi konsep tersebut berhubungan dengan
komunikasi pembangunan suatu daerah. Komunikasi pembangunan pada intinya adalah
komunikasi yang dilakukan dalam rangka terwujudnya kehidupan yang lebih baik.
Dan saya berharap dengan adanya konsep revitalisasi kesadaran politik ini, kehidupan
masyarakat di daerah saya bisa lebih baik, terlebih hal ini sangat erat
kaitannya dengan pemimpin yang dapat mewujudkan aturan hidup masyarakat.
Akhir
kata, dapat saya simpulkan bahwa sesungguhnya kegiatan-kegiatan pendidikan
politik, kesadaran politik, dan partisipasi politik masyarakat baik di pedesaan
maupun di perkotaan perlu terus didorong dan ditingkatkan demi keberhasilan
penyelenggaraan pemerintahan dan pembangunan nasional.